, , ,

Umroh Sebagai Wisata Minat Khusus




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ibadah umroh dewasa ini menjadi sangat trend di kalangan muslim. Tidak saja sebagai upaya ibadah sebelum menuju haji, namun juga semacam gaya hidup.
Kalangan milenial sudah banyak yang melakukan umroh. Jadi tidak hanya terbatas pada mereka yang sudah berusia matang namun belum mampu menunaikan ibadah haji.
Dengan biaya yang jauh lebih terjangkau, mulai dari Rp20 jutaan, umroh jauh lebih memungkinkan dilaksanakan kapanpun juga. Berbeda dengan haji yang harus mengantre beberapa tahun, sekurangnya 5 tahun untuk ONH Plus dan bisa mencapai 30 tahun untuk ONH biasa.
Tentu ini sangat mengganggu upaya beribadah ke Tanah Suci. Sementara kebutuhan untuk berwisata religi sangat besar namun kemampuan finansial saja, ternyata belum cukup karena masih harus berhadapan dengan tantangan atrean selama beberapa tahun.
Akhirnya, umroh menjadi solusi. Ibadah haji kecil ini menjadi jalan keluar terbaik sebelum benar-benar menunaikan ibadah haji. Tidak saja rukun dan tatacaranya hampir sama, namun juga dapat dilakukan kapanpun jua, menyesuaikan waktu kita.
Berbeda dengan haji yang hanya dapat dilakukan satu tahun sekali pada musim haji. Dengan demikian, seluruh jamaah haji dari seluruh dunia akan berkumpul pada satu tempat dan masa di Kota Mekkah, tempat utama berlangsungnya ibadah ini.
Sedangkan umroh, bisa dilakukan kapan saja. Alhasil, kepadatan umat yang ada di Mekkah, tidaklah sepadat ketika haji berlangsung.
Di Jawa Tengah sendiri sekurangnya terdapat 50-an biro travel penyelenggara umroh dan haji. Satu biro travel dapat memberangkatkan setidaknya 1.000-3.000 jemaah dalam satu tahun. Sebuah jumlah yang luar biasa mengingat Indonesia adalah negara dengan umat Islam terbesar di dunia.
Dengan demikian dapat dibayangkan betapa besar jumlah jamaah umroh yang berangkat dari Indonesia ke Tanah Suci. Dikemas dalam paket wisata religi ditambah dengan tur di dua kota yakni Medinah dan Mekkah, komplit sudah penawaran paket umroh kepada jamaah.
Pilihan hotel berbintang empat atau lima sebagai akomodasi, juga menjadi daya pikat tersendiri. Keberadaan hotel berbintang yang berada dekat dengan pusat ibadah, menjadi pertimbangan lain dari calon jamaah.
Begitu pula dengan penggunaan pesawata terbang sebagai akomodasi utama. Berbagai maskapai menawarkan kenyamanan dan harga yang berbeda untuk menempuh penerbangan selama kurang lebih 10 jam.
Selebihnya? Hampir semua sama, serupa. Tawaran city tour Madinah dan Mekkah, layanan pendamping dan tour leader serta penambahan layanan jasa pengurusan paspor.
1.2 Sejarah DTW
Keberadaan Kota Mekkah dan Madinah tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam. Mekkah sebagai kota kelahiran Nabi Muhammad sedangkan Medinah merupakan pusat perkembangan Islam di awal kelahirannya.
Di Mekkah terdapat Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Di sinilah ibadah haji dan umroh terpusat. Selain itu, Ka’bah juga merupakan kiblat atau arah ibadah solat terpusat bagi seluruh muslim di dunia dimana biasanya juga disebut sebagai Masjidil Haram.
Di sekitar Ka’bah terdapat Maqom Ibrahim, sebuah batu yang memiliki bekas tapak kaki Nabi Ibrahim saat membangun Ka’bah bersama anaknya, Nabi Ismail. Sedangkan di salah satu dinding Ka’bah, terdapat Hajar Aswad, sebuah batu yang diyakini berasal dari surga memiliki bau harum, adalah sunah untuk mencium batu ini ketika mengunjungi Ka’bah.
Di sisi lainnya terdapat Hijir Ismail yang merupakan tatanan batu marmer setinggi 1,32 m dengan panjang melengkung sekitar 8,5 m. Garis lurus yang ditarik dari Hajar Aswad, Maqom Ibrahim dan Hijir Ismail merupakan tempat-tempat paling mustajab dalam memanjaatkan doa.
Adapun di sekililing Ka’bah, ada plaza luas dengan lantai marmer yang digunakan untuk tawaf yakni ibadah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali. Di sisi luar arah timur, terdapat Sofa dan Marwa, dua buah bukit yang menjadi rangkaian ibadah sa’i, dimana di tengahnya terdapat sumur zam-zam. Para jamaah wajib melakukan sa’i, berjalan dan berlari kecil sebanyak 7 kali putaran.
Tawaf dan sa’i merupakan rukun ibadah wajib yang harus dilakukan para jamaah umroh. Rangkaiannya ditutup dengan pemotongan minimal 3 helai rambut. Sedangkan niat umroh harus lebih dulu diambil di tempat-tempat miqot yang terletak di Mekkah dan Medinah.
Selama melakukan umroh, para jamaah wajib mengenakan ikhrom, yakni dua buah kain yang wajib dikenakan dan tanpa jahitan. Jadi, jika jamaah mengambil niat (miqot) di Medinah, maka ia sudah wajib mengenakan ikhrom sejak dari Medinah. Sedangkan yang mengambil miqot di Mekkah, juga sudah mengenakannya, disertai dengan beberapa larangan yang berlaku sejak pengambilan miqot.
Di sekitar Mekkah ini juga terdapat beberapa tempat yang akan dikunjungi jamaah sebagai bagian dari city tour. Di antaranya Jabal (Gunung) Tsur (tempat Nabi Muhammad bersembunyi kala hijrah) dan juga Gua Hiro’ tempat pertama kali Muhammad menerima wahyu.
Ada juga Padang Arofah yang hanya ramai digunakan saat musim haji, begitu pula dengan Musdalifah. Jamaah juga akan diajak city tour ke Jabal Rohmah, sebuah bukit dimana pertemuan Adam dan Hawa terjadi pertama kali di bumi sejak mereka terdepak dari surga.
Adapun kota suci kedua adalah Medinah yang berjarak sekitar 500 Km dari Mekkah. Di Medinah terdapat Masjid Nabawi yang merupakan tempat suci kedua setelah Masjidil Haram.
Di sekitar masjid terdapat makam Nabi Muhammad, makam-makam para sahabat serta yang paling istimewa adalah Raudloh. Raudloh adalah sebuah tempat di dalam Masjid Nabawi dimana ini merupakan tempat yang paling mustajab dalam berdoa layaknya tempat mustajab lain di Masjidil Haram.
Ketika di Medinah, jamaah umroh juga akan diajak city tour ke beberapa tempat. Di antaranya Masjid Quba (masjid pertama yang dibangun), kebun kurma (Medinah terkenal dengan hasil kurma yang berkualitas, serta makan kurma dipercaya merupakan sunah rasul) dan terakhir diajak ke Jabal Uhud.
Gunung ini merupakan lokasi berlangsungnya Perang Uhud, tidak jauh dari Medinah. Di perang ini pula, gugur 70 syuhada (pahlawang perang yang mati syahid) dan berakhir dengan kekalahan di pihak muslimin.
Sebagai catatan, setiap beribadah di Masjidil Haram diberi ganjaran pahala 100 ribu kali lipat. Sedangkan di Masjid Nabawi, dijanjikan imbalan pahala 10 ribu kali lipat.


















BAB II
HASIL TEMUAN

2.1. Daya Tarik
Seperti banyak diketahui, haji merupakan salah satu rukun Islam kelima atau terakhir. Haji ini bersifat wajib dengan syarat pelaksanaannya adalah jika mampu.
Arti kata mampu di sini memiliki arti bahwa mereka yang akan melakukan haji harus benar-benar mampu secara finansial dan fisik. Pasalnya, ibadah haji harus dilaksanakan di Tanah Suci, di dua kota suci yakni Mekkah dan Madinah.
Berbeda halnya dengan keempat rukun Islam lain, bisa dilakukan di lokasi manapun umat berada. Karenanya, syarat mampu secara finansial dan fisik, sangat dibutuhkan.
Setidaknya butuh angka puluhan juta untuk melakukan ibadah haji. Belum juga antrean yang sangat lama karena tingginya minat warga muslim Indonesia untuk berangkat haji.
Untuk Ongkos Naik Haji (ONH) berkisar Rp35 juta dengan masa tunggu lebih dari 20 tahun. Sementara untuk ONH plus dengan masa tunggu sekitar 2-5 tahun, seorang jamaah harus membayar sekitar Rp150 juta.
Dari sinilah ibadah umroh mulai menjadi tren. Meski biayanya hampir sama dengan ONH biasa, namun untuk umroh, seorang jamaah tidak perlu menunggu. Mau berangkat kapanpun juga, bisa.
Biaya umroh yang mulai dari belasan hingga puluhan juta - bahkan ada yang menawarkan di angka Rp35 juta, hampir sama dengan ONH- diminati masyarakat. Kesempatan mengunjungi Tanah Suci tanpa harus antre bertahun-tahun, terbuka lebar.
Bahkan saat ini umroh juga banyak diminati oleh kalangan muda. Jika di beberapa tahun lalu, ibadah haji lebih banyak dilakukan oleh orang berumur, umroh sebaliknya malah banyak diminati jamaah dengan usia di bawah 40 tahun.
Meski bukan berarti tidak ada jamaah umroh yang berusia di atas 50 tahun, namun sebagian besar rombongan biro travel, didominasi mereka yang berusia muda. Waktu pelaksanaan yang cukup singkat, hanya sekitar 9-15 hari menjadi pertimbangan lainnya. Berbeda dengan haji yang pelaksanaannya butuh sekitar 40 hari atau 1 bulan lebih.
Daya tarik lainnya adanya ‘iming-iming’ pahala berlipat ganda saat beribadah. Dimana di Masjidil Haram dikalikan 100 ribu dan di Masjid Nabawi dikalikan 10 ribu.
Selain itu, kota-kota suci memang menjadi daya pikat tersendiri bagi setiap insan beragama tidak hanya muslim saja. Serupa dengan Nasrani dan Yahudi dengan Yerusalem atau Katolik dengan Vatikan-nya.
Mengunjungi sebuah kota suci, diyakini tidak saja akan meningkatkan keimanan. Namun, biasanya masing-masing agama menjanjikan adanya pahala yang berlipat ganda bila dapat berdoa di tempat-tempat suci yang ditentukan.

2.2 Motivasi Wisatawan
            Motivasi yang melatarbelakangi para jamaah umroh adalah untuk meningkatkan keimanan. Selain itu, adanya pahala yang sangat banyak juga menjadi motivasi lainnya.
            Sebagian juga merasa tidak sabar menunggu antrean haji yang sangat panjang. Dengan ber-umroh, setidaknya mereka telah melakukan haji kecil sekaligus belajar jika suatu ketika giliran ber-hajinya sudah kuota pemberangkatan.
            Motivasi lainnya adalah lebih terjangkaunya biaya perjalanan umroh. Selain itu, dengan umroh, beberapa kalangan menganggap dirinya belum cukup sempurna keimanannya sehingga ‘masih dapat’ berbuat dosa kembali, berbeda dengan haji yang menuntut kesempurnaan perilaku orang yang sudah mendapat gelar tersebut.
Lebih dari itu, dengan melakukan doa-doa di tempat mustajab, jamaah berharap dosa-dosa mereka yang telah lampau akan diampuni. Dengan demikian, latar belakang motivasi wisatawan untuk melakukan umroh sebenarnya lebih pada peningkatan keimanan dan pengampunan atas dosa yang telah dilakukan.
           
2.3 Target Wisatawan dan Paket produknya
            Target utama paket umroh adalah wisatawan muslim. Rentang usianya tidak terbatas. Bahkan dewasa ini, cukup banyak wisatawan yang mengajak serta anak-anak mereka untuk beribadah umroh.
            Waktu yang cukup singkat, memungkinkan mereka mengajak serta anak-anak. Berbeda dengan ibadah haji yang cukup panjang serta lebih banyaknya jamaah saat itu, sehingga cukup merepotkan jika mengajak anak.
Adapun bagi difable atau orang tua yang memiliki kesulitan berjalan, dapat pula menggunakan fasilitas kursi roda. Fasilitas ini mudah didapat di bandara atau bahkan di Masjidil Haram saat melakukan tawaf dengan imbalan jasa tertentu.

2.4 Proses Penyampaian Produk
            Proses penyampaikan produk tidak dilakukan secara massive. Meski pada beberapa biro travel menyediakan sarana promosi dengan beriklan, namun agen yang sudah memiliki kepercayaan tinggi, tidak melakukan promosi.
            Biro travel lebih banyak menempatkan kantor-kantor cabang di daerah untuk menjaring calon jamaah. Kawasan Pantura mendominasi jumlah jamaah umroh dibanding kawasan tengah yang lebih tertarik untuk langsung melakukan ibadah haji.
Kantor biro travel daerah biasanya secara kontinyu melakukan promosi dengan menempatkan marketing agent di daerah tersebut. Agen tersebut selain bertugas merekrut calon jamaah, juga melakukan bimbingan atas teknis keberangkatan jamaah dari daerah hingga ke bandara internasional.
Menariknya, calon jamaah dari daerah tidak terlalu kritis dalam menyikapi akomodasi yang disediakan penyelenggara. Bagi mereka, keberangkatan umroh sudah menjadi tolok ukur penting dalam hidup mereka, tidak peduli apakah hotelnya berjarak jauh, berlabel bintang atau tidak, maskapainya bonafide atau tidak.
Inilah yang menjadi kekuatan tersendiri bagi biro travel dalam menjaring calon jamaah. Ukuran kenyamanan tidak lagi menjadi patokan selama mereka bisa beribadah dengan baik dan tenang.






BAB III
PEMBAHASAN

Ibadah umroh dapat dikategorikan sebagai salah satu wisata minat khusus. Bahwa menurut Hughes (2000), wisata minat khusus adalah suatu jenis aktivitas, yang memiliki kualitas dari sisi minat, motivasi, dan keterlibatan.
Para jamaah umroh memiliki minat dan motivasi yang sama dalam beribadah. Begitu pula dengan keterlibatan mereka dalam setiap sisi peribadatan yang dilakukan secara berjamaah dan mungkin dalam beberapa ibadah individual.
Secara rinci, Hughes juga membagi konsep wisata minat khusus dengan variabel rewarding, enriching, adventure dan learning. Konsep ini akrab disebut dengan REAL.
3.1. Rewarding
Keberadaan Mekkah dan Medinah sebagai destinasi utama ibadah umroh adalah sebagai kota suci. Manfaatnya tidak saja menyatukan seluruh jamaah dari seluruh dunia namun juga mempersatukan budaya dan etika hidup yang berbeda-beda.
Masyarakat dari seluruh belahan dunia memiliki adat dan etika yang tidak sama. Sesama jamaah dapat saling belajar menghargai perbedaan ini.
Manfaat nyata yang bisa diambil tentu saja wisatawan ini tidak sekedar berwisata religi namun juga mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Secara sosial kemasyarakatan, status mereka juga naik karena tidak semua warga bisa melakukan umroh.
Pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa adalah manfaat spiritual yang tidak dapat digambarkan dengan kalimat. Pencapaian tertinggi dari umat manusia, merasa dekat dengan Tuhannya, hampir tak terukur dengan nilai nominal.
Inilah manfaat lebih dari wisata minat khusus di bidang religi. Ukuran kepuasan, kemanfaatan, pendekatan diri kepada Illahi, jauh melebihi nilai dari seluruh total biaya yang mungkin lebih mahal daripada berwisata ke lokasi lain manapun.
Ada baiknya ke depan, pengelola dan biro travel menambah fasilitas perjalanan dengan penyediaan layanan untuk umroh backpacker. Ini seiring dengan tingginya minat masyarakat untuk melakukan solo travelling termasuk untuk beribadah umroh.
3.1 Enriching
            Proses pengayaan diri yang diperolah jamaah umroh cukup banyak. Setidaknya, dilihat dari sisi spiritual.
            Adanya ganjaran pahala berlipat ganda sampai ratusan ribu, membuat setiap individu seolah berlomba melakukan ibadah sebanyak-banyaknya. Ada perasaan tidak rela jika tidak beribadah, minimal melakukan wiridan atau hanya solawatan.
            Mereka juga menjadi berlama-lama di dalam Masjidil Haram atau Masjid Nabawi. Hampir semua waktu terutama sebelum atau sesudah solat wajib 5 waktu, diisi dengan tambahan ibadah untuk meraih pahala yang berlipat ganda.
Jamaah yang semula jarang melakukan solat sunah, jarang membaca Al Quran bahkan jarang wirid, memanfaatkan momentum ini dengan beribadah sebanyak-banyaknya. Ada rasa enggan meninggalkan tempat solat, apalagi jika sudah mendapatkan tempat mustajab dalam berdoa.
            Dalam hal ini, biro perjalanan biasanya sudah memberi kebebasan bagi jamaah untuk melakukan pengayaan diri. Mereka dipersilahkan melakukan ibadah individual (seperti berdoa di raudloh, mencium Hajar Aswad, melakukan tawaf sunah, atau berlama-lama di masjid), dengan sebelumnya diberikan gambaran dari sisi keamanan.
Mutowwif yang menjadi tour guide selama umroh, sebelumnya juga telah memberikan penjelasan terkait situasi kondisi serta pengenalan lingkungan sekitar. Hal ini terkait dengan pintu keluar masuk Masjid Nabawi yang sangat banyak, serta ribuan jamaah lain yang memadati Masjidil Haram yang mungkin bisa membuat jamaah tersesat karena tersedot pusaran massa.
            Proses pengayaan diri sepertinya sudah optimal. Namun masih memungkinkan ditambah secara personal dan individual, dimana masing-masing jamaah masih bisa meningkatkan ibadahnya di dua masjid tersebut dengan tidak melupakan faktor istirahat dan kesehatan masing-masing mengingat Mekkah dan Medinah memiliki kondisi cuaca yang berbeda dengan di Indonesia.



3.3 Adventure
            Sisi eksplorasi dapat diperoleh wisatawan yang mengikuti ibadah umroh secara soft exploration. Mutowwif yang bertindak selaku tour guide banyak memberikan masukan, penjelasan hingga menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan jamaah.
Ini terkait dengan budaya, kebiasaan serta kultur yang berbeda dari masing-masing negara. Begitu pula dengan aturan baik yang diterapkan di Arab Saudi maupun aturan hukum agama yang diterapkan di Masjidil Haram maupun Masjid Nawabi (seperti misal, lelaki dan perempuan tidak boleh berada dalam satu ruangan yang sama saat beribadah).
            Terlepas dari eksplorasi peribadatan, jamaah juga dapat melakukan eksplorasi lain baik dari sisi kuliner ataupun wisata belanja. Apalagi Masjidil Haram dikelilingi pusat-pusat perbelanjaan ternama yang bisa jadi menggoda iman untuk berbelanja.
            Namun demikian, eksplorasi ini lebih banyak dilakukan oleh mereka yang berusia di bawah 50 tahun. Sebaliknya, mereka yang berusia di atas 50 tahun memilih lebih banyak beribadah di dalam masjid atau memanfaatkan waktu untuk beristirahat.
Jadwal solat 5 waktu ditambah dengan ibadah sunah lain, waktu tempuh perjalanan serta kondisi masjid yang sangat besar dan luas, cukup menyita tenaga. Karenanya dibutuhkan energi ekstra (terutama yang masih berusia muda) untuk melakukan eksplorasi lebih di luar jadwal (itinerary) yang sudah disusun.
            Adanya city tour sebenarnya cukup membuat kesempatan melakukan eksplorasi bagi jamaah. Di Kota Medinah maupun Mekkah, city tour diberikan dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang terkait langsung dengan perkembangan Islam.
Hanya saja, waktu city tour yang singkat (dibatasi waktu solat dan keinginan untuk melakukan solat di dua masjid dengan pahala berlipat ganda) menjadi kendala. Namun karena sekali lagi niatan jamaah adalah untuk beribadah, sepertinya eksplorasi tidak terlalu menjadi kebutuhan yang mendesak.
            Dan jika jamaah hendak melakukan eksplorasi lebih, bisa saja dilakukan secara individual di luar jadwal yang sudah ditentukan. Tentu saja konsekuensinya adalah kehilangan kesempatan menambah pahala yang berlipat ganda beribadah di dua masjid tersebut.
3.4  Learning
Dalam wisata minat khusus ibadah umroh, wisatawan yang juga jamaah dapat belajar banyak hal. Yang paling menonjol tentu saja sisi spiritual.
Meski mungkin sebagian besar jamaah yang melakukan umroh memiliki tingkat keimanan lebih tinggi dari rata-rata, namun tidak jarang juga yang masih awam soal agama. Setidaknya, golongan awam ini akan lebih dulu belajar ilmu-ilmu agama, belajar membaca Al Quran serta belajar wawasan keimanan sebelum keberangkatan.
Lebih dari itu, meski bingkainya adalah wisata minat khusus, wisata religi tetap saja berbeda dengan wisata minat khusus lainnya. Peminat tidak bisa begitu saja berangkat untuk berwisata.
Ada proses pembekalan khusus bagi jamaah umroh sebelum berangkat yang biasanya disebut manasik. Proses manasik adalah pembelajaran teori ibadah umroh (saat manasik haji, dilengkapi dengan praktek) mulai dari pembacaan niat (miqot), penggunaan pakaian ikhrom, tawaf, sa’i dan ditutup dengan pemotongan rambut.
Karena merupakan rangkaian ibadah, tatacara dan susunannya tidak boleh salah. Jamaah juga tidak boleh melakukan kesalahan atau larangan yang sudah disampaikan jika sudah mengambil miqot untuk berumroh.
Proses pembelajaran ini tidak dapat dilakukan langsung sembari praktek di lapangan. Manasik menjadi tahapan penting pembelajaran yang dilengkapi dengan buku saku umroh/haji beserta doa-doa lengkap dengan bacaan dalam Bahasa Arab, Indonesia lengkap dengan artinya.
Jamaah menjadi semakin memahami arti penting haji kecil, sebelum benar-benar menunaikan ibadah haji nantinya. Pengetahuan ini akan sangat berguna yang dapat ditularkan kepada jamaah lain saat berkesempatan menunaikan ibadah haji atau kembali melakukan umroh di lain waktu.
Jamaah juga diajarkan untuk tidak menganggap remeh apapun hal di dua kota suci tersebut. Beberapa pengalaman dan kisah mengajarkan agar setiap jamaah tidak menyepelekan apapun hal, baik yang bersifat informatif atau sekedar ucapan ringan atau akan mendapatkan balasan instant saat itu pula. Meski terkesan sedikit mistis, namun banyak fakta terjadi terkait satu hal ini.
City tour ke tempat-tempat yang terkait dengan perkembangan Islam, juga menambah pengetahuan jamaah. Pengalaman langsung ini tentu berbeda dengan yang diperoleh dari buku-buku sejarah Islam.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
            Membaca paparan di atas, kota-kota suci berbagai agama memang selayaknya dapat menjadi daerah tujuan wisata. Hanya saja mungkin wisata religi dengan minat khusus saja yang dimaksud.
            Keinginan dekat dengan Tuhan melatarbekalangi pariwisata jenis ini. Yang mesti sebenarnya dapat dimasukkan dalam kategori mass tourism, namun karena kondisi geografis yang jauh, biaya yang mahal, menjadikannya lebih ke arah minat khusus.
Minat yang sama untuk berwisata religi menjadikannya klaster khusus. Namun demikian, ibadah umroh kini sepertinya sudah bergeser menjadi gaya hidup. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya anak muda yang ber-umroh.
Dalam usia mereka, biasanya lebih memilih untuk berwisata ke destinasi lain. Apalagi dengan kondisi keuangan yang lebih baik, bisa saja mereka memilih bepergian ke destinasi lain di seluruh dunia.
Pilihan untuk umroh, menjadikan landasan bahwa di sebagian jamaah, gaya hidup serta kebutuhan untuk dekat dengan Tuhan adalah mutlak. Di satu sisi mereka religius, di sisi lain mereka tidak kehilangan kesempatan untuk tetap melakukan updating social media mereka.
Tawaran produk memang cukup banyak variasi yang dibuktikan dengan range harga yang bermacama-macam. Meski demikian, variasi produk sebenarnya hanya fasilitas akomodasi yang diperoleh wisatawan. Selebihnya adalah sama terutama yang terkait dengan fasilitas peribadatan.
            Para jamaah peserta umroh juga mendapatkan edukasi berbagai hal. Selain dari sisi keagamaan, mereka juga mendapat edukasi bagaimana bepergian dengan pesawat terbang (bagi sebagian jamaah yang belum pernah menggunakan pesawat terbang), edukasi pengurusan paspor termasuk saat memasuki imigrasi dan sebagainya.
Wisata minat khusus umroh ini juga sangat sesuai dengan konsep REAL. Semua elemen memiliki kualitas yang terukur baik dari sisi rewarding, enriching, adventurous hingga learning.
Semua jamaah mendapatkan kualitas yang sama sebagai wisatawan

4.2 Saran
            Pengelola wisata minat khusus memang selayaknya bukan pengelola destinasi biasa. Sertifikasi dan perijinan menjadi syarat mutlak sebelum mereka membuka jasa paket wisata ini.
Karenanya, pemerintah sangat ketat dalam memberikan perizinan terkait ibadah umroh dan haji.
            Variasi produk yang diberikan juga sangat baik. Paket wisata selama 9 hari ada baiknya dapat dikemas lebih ringkas atau dijadikan variasi tambahan.
Wisatawan juga diberikan pilihan paket ringkas 5 hari dengan hanya menyelesaikan ibadah umroh tanpa adanya city tour. Tentunya tawaran harga juga dapat jauh lebih murah mengingat bea akomodasi yang juga lebih ringan.
Adapun untuk meraih segmen anak muda, pengelola ada baiknya melakukan terobosan promosi. Salah satunya dengan menggandeng influencer atau public figure sekaligus menegaskan jika umroh bukan milik mereka yang sudah berumur saja.
Gaya hidup milenial yang relijius tidak ada salahnya untuk dibidik sekaligus melebarkan sayap bisnis. Dengan semakin banyak segmen pasar yang digarap

Share:
Read More
, ,

Saya Tidak Takut korona



Saya tidak takut korona, bukan berarti saya kuat
Saya tidak khawatir korona, bukan berarti saya sombong
Bagi saya pribadi, korona adalah pengingat hidup
Reminder untuk selalu menjaga hidup sehat, gaya hidup prima
Pengingat petuah-petuah lama, kearifan lokal yang terlupakan, terabaikan oleh kecuekan dan kesibukan dunia
Awali hari dengan doa dan jangan lupakan ibadah, hubungan dengan Sang Khalik adalah utama
Cuci tanganmu sebelum melakukan apapun, sama dengan pesan ibu sebelum makan
Jaga sehatmu sebelum jatuh sakitmu
Tutup mulut dan hidungmu saat batuk atau bersin
Itu semua hal-hal yang telah kita abaikan
Setiap sendi hidup kita, hanya dipenuhi nafsu untuk dunia, memperkaya diri dan keluarga, melupakan fungsi sosial keberadaan manusia di atas dunia
Si korona adalah pengingat, layaknya rasul yang diutus untuk menjadi nabi sesaat
Tak perlu galau jika hidupmu sehat
Tak perlu risau ketika kau rajin cuci tangan
Tak perlu takut jika hidup sudah kau pasrahkan kepada Sang Pencipta
Hadapi korona layaknya keseharian kita. Sambut korona seperti layaknya ia tak punya kuasa apapun atas diri kita
Badai korona pasti berlalu dengan kekuatan sehat dan tameng doa paripurna
Waktu 14 hari adalah renungan, kesempatan untuk melakukan reboot system, restart engine atas raga dan ibu bumi yang lelah dengan ulah-ulah kita
Dalam dua pekan, pastikan mampu mengembalikan semangat untuk sehat, menyelaraskan dengan khitah manusia sebagai penjaga dunia, makhluk sosial yang terbatas kuasanya, dilahirkan untuk berinteraksi tanpa menyakiti sesama.
Bagi saya, korona tak ubahnya flu biasa. Hilang dengan sendirinya tatkala kondisi prima. Saya bahkan tak menulisnya dengan huruf kapital -korona-.
Si korona tak istimewa, beda dengan ‘si dia’ yang sangat punya arti dan pembeda dalam hidup saya
…dan saya memilih mengabaikan korona karena saya sudah siap. Bukan saja karena kematian memang akan datang untuk semua kehidupan, namun saya telah rutin berolahraga, menjaga pola hidup sehat hingga makan bernutrisi yang harganya tak perlu mahal.
Ya, saya sudah siap, tak pernah takut akan korona, tak pernah galau layaknya mereka yang tak punya bekal sehat.
Ya ibarat mau ujian sekolah, kita sudah belajar, sudah makan bergizi dan terakhir berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar dimudahkan jalannya. Begitupun menghadapi korona, saya sudah menyiapkan kondisi tubuh terbaik.
Semoga...
Share:
Read More
, ,

Surat Terbuka untuk Menteri Pendidikan: Kami Menemukan Sekolah yang Memerdekakan Proses Belajar


Surat Terbuka untuk Menteri Pendidikan


Bapak Nadiem Makariem
di Tempat

Sebelumnya, perkenalkan nama saya gus Wahid. Saya yakin Bapak tidak tahu atau kenal saya karena memang kita belum kenalan. Meski sehari-hari saya bekerja sebagai wartawan, tentu tidak semua wartawan bapak kenal, apalagi saya tinggal di Semarang.
Dan memanglah tidak penting siapa saya, bagaimana keseharian saya, bagaimana saya menjalani hidup atau kebiasaan saya yang malas mandi klo hari sudah sore. Tidak penting Bapak.
Yang jelas, saat ini saya bersama istri dan anak saya sedang mengikuti kelas observasi di PKBM Maha Karya Gangga (MKG) di Singaraja, Bali. Di sini, selama 2 pekan, saya dan 24 orangtua lainnya mengikutsertakan anak-anaknya untuk belajar bagaimana membangun karakter dan attitude anak-anak.
Sepanjang itu, kami disatukan dalam ‘penantian’ menunggu anak pulang sekolah. Di sela itu, kami berbincang, berdiskusi tapi bukan di ruang AC seperti anggota dewan yang melakukannya sembari terkantuk namun tetap dapat honor rapat utuh.
Kami berdikusi di selasar, di ruang tunggu, lesehan di taman rindang atau yang lebih mantab laksana orang rapat adalah di joglo yang cukup lebar. Dan demi melihat proses, sejarah dan juga eksistensi sekolah yang diinisiasi Ayah Edy ini, kami bersepakat bahwa di sekolah ini tidak hanya anak yang belajar, namun orang tua juga.
Ini selaras dengan pemberitahuan besar di dekat gerbang masuk, bahwa orang tua yang sudah melangkah masuk, berarti sudah siap bekerjasama. Bahwa pendidikan anak bukan semata tanggungjawab guru dan sekolah namun juga orang tua.
Lihat bagaimana anak-anak berdisiplin melepas sepatu dan sandal mereka di rak sebelum masuk ruangan. Rapi berjajar seperti antrean orang ambil pensiunan.
Lalu bagaimana mereka mengeksplorasi diri mereka sendiri demi menemukan bakat terbaik. Kembali bermain lalu mengembalikan bahan mainan mereka ke rak, rapi swear. Bahkan kami orang tua, harus berkaca pada mereka.
Dan bahwa mendidik anak haruslah dimulai dari orang tua, adalah nyata adanya. Bahwa keinginan melihat anak berubah menjadi lebih baik tanpa dimulai perubahan dari orang tuanya adalah naif, kami baru percaya.
Bahwa guru-guru dibebaskan berkreasi membentuk kurikulum sendiri. Lalu sembari menemukan bakat anak-anak yang nanti akan difokuskan bagaimana pola mendidik anak tersebut untuk kemudian juga berkreasi mewujudkan minat dan bakatnya.
Bukan sekedar dibebani dengan tugas bernama PeeR. Lalu dibuat peringkat bertajuk ranking di akhir masa menjelang penerimaan rapor.
Kisah bagaimana guru-guru di MKG menemukan kurikulum baru, sangat menginpsirasi. Cerita bagaimana seorang siswa meminum sabun pencuci tangan yang beraroma strawberry karena dipikirnya itu adalah jus stroberi, membuat guru semakin kreatif lalu berinovasi.
Sehari kemudian, lahirlah kurikulum bagaimana membuat sabun pencuci tangan. Atau bagaimana MKG menemukan bakat dan minat siswanya melalui banyak percobaan, sehingga lahirlah engineer, scientist, artist atau bahkan berminat menjadi pialang lelang.


Bapak Menteri…
Bahwa di sini, di Singaraja ini kami menemukan hakekat menjadi orang tua. Bahwa ternyata, pola mendidik anak kami selama ini, 90% berasal dari turunan orangtua kami yang juga 90%-nya turunan dari orang tua orang tuanya kami. Begitu terus turun temurun.
Di bawah bimbingan Ayah Edy pula kami bersepakat memutus rantai pendidikan turun temurun tersebut. Kami bertekad menciptakan pola hubungan orang tua anak yang lebih dinamis, tanpa tekanan, tiada pola sebagai ordinat dan sub ordinat meski tentunya di beberapa hal memang tetap harus ada batasan antara anak dan ortu, kami sepakat itu.
Mas Nadiem…kalau boleh saya panggil demikian karena sekiranya usia kita tidak jauh berbeda.
Kami, setidaknya saya sendiri, berandai-andai jika sekolah semacam inilah yang akan didapatkan banyak anak-anak Indonesia di masa sekarang dan mendatang. Sekolah dengan pembebasan kurikulum, sekolah yang benar-benar bertanggungjawab luar dan dalam terhadap anak didiknya, sekolah yang menjalin komunikasi intens tidak hanya saat penerimaan rapor dan juga sekolah yang tidak membebani siswanya dengan kewajiban seragam, upacara, hingga PeeR.
Sekolah yang membebaskan. Sekolah yang memberikan batas kreativitas hingga ke langit ke tujuh belas tanpa embel-embel tugas.
Sekolah yang memacu kreativitas, mempertemukan mereka dengan bakat dan mengawinkannya bersama minat. Lalu mengolahnya menjadi kerja dan karsa yang akan menjadi bekal kehidupan mereka kelak.

Mas Nadiem,
Tidak perlu jauh-jauh belajar ke Jepang untuk menemukan model sekolah karakter yang tepat untuk anak-anak Indonesia. Cukup ke Singaraja mas.
Cobalah searching Maha Karya Gangga, tapi ah kalau soal teknologi semacam ini, jenengan pasti sudah sangat paham karena maklum pemilik start up ternama negeri ini. Jadi saya tidak perlu berpromosi dan karena memang saya tidak sedang berpromosi.
Apa yang Mas Nadiem sampaikan dalam pidato yang begitu viral membahana kala Hari Guru Nasional beberapa waktu lalu, bahkan sudah dipraktikkan di MKG sejak 4 tahun lalu. Bahwa apa yang Mas idamkan, sudah terwujud di sini, di sebuah sekolah kecil dengan siswa harian yang benar-benar bisa dihitung dengan jari.
Swear, bisa dihitung dengan jari kita yang berjumlah 10 ini. Siswanya hanya ada 8 dan itupun terbagi dalam berbagai kelas, bukan per kelas jumlahnya 8 siswa lo, bukan. Tapi kelas 1-6, total anak didiknya memang hanya 8 itupun pernah ada sejarah ada 1 siswa dikeluarkan karena orang tuanya sulit untuk diajak bekerjasama mendidik.
Miris memang mengetahui begitu sedikit orang tua yang benar-benar mau berubah demi melihat kecemerlangan anak-anak mereka di masa mendatang. Tapi saya memaklumi karena memang belum banyak sekolah semacam ini, wajar kalau mereka belum mengetahui bahwa ada sekolah yang memerdekan belajar siswanya.
Jikalau sudah tahu, pastilah mereka berbondong-bondong ke sini atau memasukkan anaknya di model sekolah serupa. Tapi ya itu, sekolahnya baru hanya satu, di Singaraja ini.
Jadi mari kita bayangkan jika ada ribuan bahkan jutaan sekolah berbasis karakter seperti yang diinisiasi Ayah Edy ini terdapat di berbagai sudut negeri Indonesia. Niscaya, generasi emas yang usianya sudah matang produktif kala nanti, sudah terbekali dengan karakter dan kemampuan diri mumpuni
Tinggal nantinya mereka dipilihkan perguruan tinggi yang paling tepat menampung minat, bakat dan kemampuan terbaik mereka yang telah sangat terasah sebelumnya. Kita tinggal menyalurkannya ke jalur yang tepat.
Iya sih generasi sekarangpun sudah sangat berbakat meski ‘mungkin’ pola pendidikannya belum seperti ini. Tapi mari bayangkan, jika hasilnya sekarang saja ini sudah sangat baik lalu jika dipadukan dengan pola pendidikan yang lebih baik seperti yang Ayah Edy idamkan -dan sekarang sudah terwujud di MKG-, pasti hasilnya akan lebih dan lebih baik lagi.

Mas Nadiem yang juga Menteri Pendidikan (maaf saya tidak komplit menyebutnya bersama Kebudayaan),
Bahwa jenengan tidak memiliki banyak waktu, paling banter 5 tahun untuk menjabat jabatan tersebut, kita semua tahu. Namun angin perubahan yang ingin jenengan bawa, sudah sangat diidamkan jutaan rakyat Indonesia.
Jikapun nanti usai periode Presiden Jokowi -yang juga idola saya- habis, dan jenengan sudah tidak lagi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, setidaknya sudah ada ‘peninggalan’ jejak positif bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berikutnya. Jika memang sudah bagus, niscaya menteri berikutnya tidak akan berani mengotak-atik karena masyarakat sudah sangat paham pola pendidikan yang sebenar-benarnya.
Terakhir Mas Nadiem, semoga jenengan sehat selalu agar dapat selalu memikirkan pola pendidikan terbaik di negeri ini. Agar para siswa tidak sekedar lulus sekolah lalu mencari pekerjaan, namun juga kreatif seperti pendiri sekaligus CEO Gojek Nadiem Anwar Makarim itu.
Dan untuk Ayah Edy yang saat ini tengah dalam proses penyembuhan penyakit diabetes, semoga jenengan diberi kekuatan untuk sembuh dan sehat serta terus memberikan pendidikan semacam ini. Kami butuh bimbingan panjenengan untuk dapat menemukan bakat dan minat terbaik anak, kami juga butuh bimbingan agar dapat menjadi orang tua yang semakin baik untuk anak-anak kami.

Salam sehat dan positif dari saya yang sedang belajar jadi orang tua
Gus Wahid

Share:
Read More

Pecah Rekor Waktu Tempuh Tol Trans Jawa: Semarang-Banyuwangi 14 Jam




SEJUJURNYA saya sudah harus melakukan pengakuan. Berat memang di awal untuk jujur, namun demi kebaikan dan pelanggaran prinsip, saya harus sampaikan kebenarannya.

Kebenaran yang dibawa kenyataan bahwa saya telah berselingkuh. Iya saya menduakan prinsip hidup yang selama ini saya pegang, saya pertahankan selama ini.

Niche tourism yang saya usung, harus saya sandingkan dengan pendidikan dan pola asuh anak. Bukan sok-sokan, namun inilah masa depan. Masa dimana anak-anak kita kelak akan mengambil alih kemudi bangsa, membawanya ke arah yang jauh semakin baik.

Dan semua, bermula dari sini…


*

Ketika keputusan istri bahwa 23 Des-3 Jan kita akan ke Bali, tentu girang bukan kepalang. Di benak saya terselip agenda-agenda terselubung untuk mengeksplor Pulau Dewata hingga ke sudut-sudut yang jarang terjamah.

Adrenalin melonjak terutama pada keputusan untuk membawa sendiri kendaraan, ya jalur darat. Menyusur Tol Trans jawa, pastinya banyak pengalaman baru yang akan kami dapatkan.

So exited, terutama adegan dimana kami nanti akan menyeberang menggunakan feri dari Ketapang ke Gilimanuk, sebuah pengalaman baru. Tak terperi suka cita hati.

Persiapan dilakukan. Mulai ganti ban baru dan mengisinya dengan nitrogen agar ban lebih adem, menservis kendaraan hingga mengelap stir agar kinclong, done.

Cek sini sana, jangan sampai jersey MU ketinggalan, sudah dilakukan. Tibalah pada saat keberangkatan.

Bahwa kemudi akan saya pegang sendiri tanpa sopir, bahwa seluruh perjalanan yang menggunakan tol akan tetap berada di jalurnya tanpa keluar tol sampai di ujung Probolinggo timur, sudah di-setting termasuk mengecek lama perjalanan melalui GPS, 9 jam 54 menit katanya. Dan bahwa perjalanan akan dilakukan dengan santai, sukacita dan semampu tenaga yang tersisa. Artinya, jika memang terasa capek, ya mandeg untuk berisitirahat meski tujuan antara kami sebenarnya adalah sebuah hotel bernama Illira di Banyuwangi.

Sabtu 20 Desember pukul 10.00, kami merambat keluar pagar rumah, tentu saja setelah sebelumnya mandi keramas dan memakai sepatu tanpa menyisir rambut. Jalur tol Semarang-Solo, mudah dilahap karena sudah pernah melintasinya di belakang kemudi.

Lalu mulailah petualangan baru dimana jalur tol Solo-Surabaya adalah baru bagi saya. Jalur yang lurus, mulus kayak bakpao beku kelamaan di freezer membuat kondisi nglangut apalagi anak-anak sudah molor, mobil sepi selain suara-suara dari pemutar CD dan memory flash disk yang sebelumnya sudah saya isi ratusan lagu, menjadi teman setia, sayang tanpa suara penyiar.

Kini yang mendominasi hanya suara istri yang memang dilahirkan cerewet kayak beo minta makan. Yang hati-hatilah, yang jangan ngerem mendadaklah, yang ngasih peringatan awas meski mobil di depan masih 100 meter jauhnya atau teriakan kagetnya agar ban mobil tidak melindas kotoran burung. Aw


Sebuah rest area di Ngawi menjadi pilihan untuk rehat. Kebetulan sesaat lagi memasuki Dhuhur, sekalian kami akan makan, solat dan ngrokok sebat.

Terkapar di Banyuwangi

Rencana tinggal rencana. Waktu istirahat sejam yang dialokasikan belum berasa cukup. Syaraf kompulsif dan kinestetis di hamstring kanan belum memberi lampu hijau seperti di Perempatan Kaligarang yang hanya 30 detik. Alhasil, sebat lagi menjadi pilihan.

Hampir dua jam kami disini, Surabaya menjadi pilihan berikutnya meski kami hanya akan melintas di Tol Waru lalu lanjut ke selatan ke arah Malang dan berbelok ke timur ke arah Pobolinggo.

Etape ini dilalui dengan mulus, tak ada driver lain yang mengikuti kecepatan kami. Kecepatan 60-80 Km/jam tentu tak sebanding dengan mereka yang melaju jauh dari angka tersebut. Tak apa…

Pit stop berikutnya ada di salah satu rest area di daerah Pasuruan untuk solat Asyar. Tak lama, tak ada acara menyesap tembakau, langsung gas.


Nyaris Digebukin Massa

Saya sedikit khawatir kami tidak menyelesaikan etape tol ini dengan sempurna. Namun ternyata sebaliknya, sebelum gelap kami sudah berada di jalan raya Situbondo-Banyuwangi yang sebenarnya merupakan etape terberat dari perjalanan panjang ini.

Bagaimana tidak? Dua lajur kendaraan yang tak seberapa lebar, harus kami bagi rata dengan bus, truk, sepeda motor, sepeda hingga pejalan kaki bercelana pendek yang lupa harus berjalan di pedestrian karena memang jalur itu tak memiliki trotoar.

Memasuki kota kecil Besuki, perasaan tak enak menghinggapi. Massa dan pengguna jalan yang berduyun-duyun, menyadarkan bahwa ini malam Minggu, ramai sekali jalanan.

Perlahan melintas, tibalah di dekat jembatan yang cukup menanjak sehingga saya tak bisa melihat kondisi kendaraan di depan jauh. Pedal gas sedikit saya tekan agar daya dorong bertambah.

Fatal. Ternyata di ujung jembatan, sudah ada antrean kendaraan berhenti karena traffic light. Sempat memang menginjak rem menghindari benturan dengan kendaraan di depan. Sekejap itu pula mata melirik spion dan nampak seorang pengendara motor tanpa helm sekilas sedikit ngebut untuk menaiki tanjakan di jembatan, tak sigap dengan kondisi kendaraan berhenti di depannya.

Bruk dug…dug tanpa derrr. Sosok pengendara tadi menghilang dari spion. Saya percaya, ia nyungsep di bawah bumper belakang. Saya mematung. Terlalu banyak massa untuk keluar mobil, bahkan di bawah lampu merah, saya tak keluar. Detik-detik menegangkan yang berjalan sangat lamban.

Sembari menunggu nyala hijau, saya bersiap jika ada orang yang menghampiri untuk meminta pertanggungjawaban. Jika ia ramah, saya akan balas keramahannya, mungkin saya jabat tangannya, saya tawarkan rokok kepadanya.

Namun jika sebaliknya, sayapun sudah bersiap. Berpura-pura membawa senjata di dalam tas pinggang ini, adalah solusi terakhir jika massa nekad membela pengendara sepeda motor tersebut.

Dua detik, 5 detik…1 menit tak ada reaksi apapun. Warga yang nongkrong di pinggir jembatan, hanya sibuk menolong pengendara yang jatuh tanpa meneriaki saya. Saya putuskan tetap di kendaraan, lalu jalan pelan-pelan karena di pertigaan alun-alun Besuki, ramai sekali massa hilir mudik menonton pasar malam sepertinya.

Pasrah dengan kondisi bumper, saya putuskan tetap berjalan pelan. Hingga 5 menit kemudian tetap tidak ada yang mengejar, saya putuskan menekan pedal gas, bukan untuk kabur, tapi memang kerumunan pengendara motor di pertigaan telah kami lewati.

Aman pikir saya, tapi entah dengan kondisi bumper belakang. Mungkin sudah penyok seperti kembang gula yang kempes terkena sisa ludah gigitan pertama.

Etape Penghabisan

Maksud hati mengisi BBM di salah satu SPBU di Situbondo tepatnya sebelum memasuki Alas Baluran, meski ternyata masih sangat jauh, berubah menjadi agenda merem. Kantuk tak tertahan membuat kami harus lebih bersabar untuk kembali jalan.

Ketaktersediaan air untuk wudlu di SPBU memunculkan keputusan kami akan melakukan jamak ta’khir Maghrib dan Isya jika sudah sampai di Banyuwangi, perkiraan saya hanya tinggal dua jam saja dan pada kenyataannya salah besar.

Selama empat jam berikutnya, perjalanan menjadi sangat tidak terkendali. Kebugaran yang sudah menurun drastis membuat laju kendaraan tak bisa lebih dari 60 Km/jam. Bahkan ketika sudah melintasi Taman Nasional Baluran yang dalam perkiraan saya hanya sekitar 30 menit waktu tempuh ke hotel, molor lekat menjadi satu jam lebih. Saya sudah habis…kecepatan turun hanya sekitar 20-40 Km/jam.

Dan ketika memasuki Illira hotel, jam sudah hampir berada di angka 00.00 dimana total perjalanan Semarang-Banyuwangi adalah 14 jam, sebuah rekor baru tercipta sebagai perjalanan terlama  menempuh 524 Km dalam dunia persopiran. 

Tanpa membuka sepatu dan berganti baju, saya terkapar nyenyak di sofa kamar menyusun bergelung-gelung noktah laksana membentuk pulau-pulau di lautan nusantara.

Saya lupa akan niat menjamak solat bahkan untuk sekedar mencuci muka....ZzzZZZzzhhh.

Menyeberang

Belum sepenuhnya terkumpul nyawa, belum genap urat betis dan paha beristirahat, jam 10.00 kami memutuskan untuk segera menyeberang. Khawatir jumlah feri sangat terbatas sehingga menunda perjalanan yang ternyata itu juga salah.

Puluhan kapal pengangkut penumpang dan kendaraan berderet-deret di Ketapang. Di sisi sebaliknya, Gilimanuk, menampakkan pemandangan serupa. Mobilpun tanpa antre langsung nangkring di kapal, seperti halnya mie ayam yang nyungsep di lambung saya. Anteng.

Kurang lebih 45 menit perjalanan menempuh Selat Bali. Goyangan kapal dari ombak yang dihasilkan ketika berpapasan menjadi sensasi tersendiri, sebuah pengalaman yang mengajarkan bahwa hidup penuh dengan goncangan dari level 1-10. Namun laut yang tenang pagi itu, hanya menyisakan goncangan halus meski juga sempat mererasakan pening yang merambat.

Obrolan ringan dengan beberapa anak muda pengendara motor dari Jogja, menyisakan semangat serupa yang akan saya lakukan…jika masih seusia mereka. Angka umur saya sudah cukup tinggi, kayaknya tak bakal lagi mampu motoran Jawa-Bali seperti mereka, tak apa…saya malah mobilan yang meski tidak selalu berarti tidak capek, sama kok.

Pembunuh Ayam Tetangga

Tanpa rintangan berarti, penyeberangan Selat Bali aman terkendali. Foto-foto di atas kapal, tentu tak lupa selfie.

Dan inilah adegan bodoh yang harus saya perankan. Di pos pemeriksaaan, saya benar-benar sadar bahwa sepertinya saya tidak membawa STNK mobil yang ada hanya STNK Honda 70. Saya bahkan lupa, dimana terakhir surat berharga itu berada. Atau jangan-jangan sudah di Pegadaian?

Orang rumahpun tak bisa menemukannya. Beruntung polisi berpangkat Aipda itu baik. Demi melihat profesi yang tertera di SIM A dengan foto berbaju merah tersenyum tanpa dosa, ia memberi wejangan.

“Jikalau memang lama berada di Bali, ada baiknya STNK-nya dikirimkan melalui pos ya. sekarang silakan lanjutkan perjalanan tetap berhati-hati dan jangan melanggar peraturan.”

Wejangnya penuh kebapakan, bukan sekedar sebagai penegak peraturan. Padanya, saya berhutang kebaikan. Padanya, saya belajar bagaimana memaafkan tanpa berarti melupakan seperti sebuah adegan di masa lalu, ketika saya melempar tang ke arah ayam tetangga saat sedang memperbaiki kompor sumbu minyak milik ibu.

Lemparan yang tepat di kepala, seketika membuat ayam terhuyung, roboh setelah sebelumnya berkelojotan sesaat. Saya pikir pingsan, ternyata langsung dijemput malaikan kematian. Saya panik, lalu saya bawa ke sawah terdekat, beruntung tak ada darah.

Sorenya, ayam ditemukan tetangga lain. Mereka berasumsi, ayam telah memakan pupuk urea yang digunakan untuk menyuburkan padi. Misi berhasil, gumam saya.

Tapi urung, kejadian 30 tahun lalu itu membekas lekat di alam pikiran sadar. Saya sudah bersalah. Tak ada yang tahu memang, tapi perasaan sebagai pembunuh, melekat erat sampai saat ini. Saya pembunuh ayam tetangga.

Bali

Menginjakkan ban mobil di tanah Dewata, antusias kami kembali melejit. Sebuah etape panjang telah terlewati, kini kami sudah di sini, di pulau seberang timur Jawa. Makin lama, bayangan besar gelap Jawa Dwipa mulai luruh.

Di depan kami sebuah jalan lurus mulus diapit pepohonan rimbun menunggu. Itulah Taman Nasional Bali Barat tempat monyet, rusa dan ratusan spesies burung tinggal.

Lurus menuju Singaraja, decak kagum selalu mewarnai perjalanan etape terakhir ini. Bagaimana tidak? Jalan aspal ini berada sejajar dengan garis pantai di sisi utara dan perbukitan di sisi selatan, indah tak terperi. Saya suka.

Terbayang bagaimana nanti akan banyak aktivitas di pinggir pantai, sunset, perahu-perahu tertambat hingga barbyeku-an ditemani debur ombak. Aihh syahdu…Singaraja kami milikmu, setidaknya sampai 2 pekan ini.
Share:
Read More