Saat dinantipun
tiba. Alunan adzan sebagai tanda diperbolehkannya umat Islam yang sedang
berpuasa untuk berbuka, mulai terdengar. Tak berapa lama, tatanan mangkuk
itupun mulai berkurang satu persatu.
Tidak hanya jamaah
yang ada di dalam masjid, yang baru saja datang juga langsung menyantap ‘bubur
India’ yang disajikan dalam mangkuk plastik tersebut. Sebenarnya bukan murni
bubur India.
Pasalnya, bubur
yang terbuat dari beras dengan bumbu bawang merah dan bawang putih serta jahe
dan lengkuas tersebut, bentuk dan rasanya tidak
jauh beda dengan bubur beras yang biasa kita santap. Hanya saja rasanya
jauh lebih gurih dan nikmat, entah karena perut yang seharian kosong atau
memang rasa buburnya yang lezat.
Terlebih, keberadaan
sayur lodeh dan sepotong telur dadar semakin menambah kenikmatan berbuka. Menurut Ahmad Ali, seorang pengurus
Masjid Jami Pekojan, setiap hari pihaknya menyediakan sekitar 200 hingga 300
mangkuk bubur.
Bahan baku beras
yang dimasaknyapun minimal 10 kilogram per hari, itupun akan bertambah seiring
bertambahnya jamaah menjelang akhir
bulan Puasa. “Tradisi ini mungkin sudah berlangsung sekitar 100 tahun, pasalnya
saya adalah generasi ketiga yang menyiapkan bubur ini untuk para warga dan
musafir,” terangnya.
Mengenai sebutan
bubur India, Ali mengacu pada keberadaan masjid yang merupakan peninggalan orang-orang
Koja yang merupakan campuran India dan Arab, sehingga untuk gampangnya,
masyarakat menyebutnya dengan bubur India.
Sebuah pengalaman
unik menjadi pelengkap, dimana saat itu sebuah sponsor menawarkan untuk
menyediakan makanan pengganti bubur yakni lontong dan sate ayam berapapun
jumlah jamaah. Namun yang ada, baru satu hari berlangsung kegiatan tersebut
terhenti.
“Tidak ada bau
mistis atau yang aneh-aneh, hanya saja para jamaah merasa kurang biasa berbuka
dengan makanan yang berat seperti nasi atau lontong. Mereka sudah terbiasa
makan bubur yang cukup ringan di perut,” lanjut Ali.
Keistimewaan lain
dari bubur ini adalah meski sudah diangkat ke dalam mangkuk dan dibiarkan
selama berjam-jam bahkan hingga saat sahur tiba, buburnya masih tetap gempi dan
tidak berair. Beda dengan bubur biasa yang akan segera mengeluarkan air bila
dibiarkan dingin.
Sekali lagi, hal
itu bukanlah sebuah kejadian mistis atau aneh. Pasalnya, pihaknya selalu
memasak bubur sekurangnya dua jam, mulai bakda Duhur hingga menjelang Ashar,
sehingga wajar bila buburnya lebih kenyal dan tahan lama.
Ingin mencoba?
Silakan coba dan nikmati bubur India di Masjid Jami Pekojan di jalan Petolongan
1 Semarang. Selain gratis juga bisa dinikmati siapapun termasuk penarik becak,
pedagang keliling bahkan musafir dan warga sekitar.
Ratusan mangkuk Bubur India siap disantap warga dan musafir yang hendak berbuuka puasa di Masjid Pekojan. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar