Ndorokakung dalam #flashblogging |
BUKAN tanpa
alasan tentu saja menyebut tiga nama artis di atas. Selain cantik, mereka juga
memiliki follower yang sangat banyak di akun sosial media mereka juga.
Bukan itu saja,
nama ketiganya juga sering disebut dua pembicara Flash Blogging yang digelar
Kominfo RI di Santika Premiere ini yakni Ketua Pusat Studi Pancasila UGM Dr
Heri Santosa dan blogger senior Ndorokakung. Tercatat total tujuh kali nama
mereka disebut.
Dian Sastro dan
Awkarin tentu saja bukan orang sempurna untuk dijadikan contoh figur yang
Pancasilais. Karena tentu saja tidak ada seorangpun yang mampu menterjemahkan
dasar negara ini secara sempurna, 100 persen benar. Tapi setidaknya,
masing-masing dari kita terus belajar untuk menyempurnakan diri, mengamalkan 36
butir Pancasila - yang sekarang sudah menjadi 45 butir - secara optimal dalam
kehidupan sehari-hari.
Saya sendiri
menjadi ingat bagaimana Athier, anak kedua saya mencoba mengingatkan ‘kesalahan
sepele’ yang saya buat saat berkendara berdua dengannya. Usai mengunyah permen,
saya berusaha membuka jendela mobil dan membuang bungkusnya.
Dengan sigap,
tak hanya dengan kata-kata, ia mencegah saya. “Ayah! Jangan buang sampah
sembarangan,” sergahnya seraya meraih tangan saya yang saya ikuti dengan
membatalkan kaca jendela mobil. Setelah itu di sepanjang perjalanan, ia terus
mengoceh membawa ingatan saya bahwa saya pernah melakukan hal serupa kepadanya,
melarang membuang sampah sembarangan sembari member contoh menyimpan sampah
bungkus permen di saku celana.
Aih…ini mungkin
bukan sebuah contoh heroik pengamalan Pancasila seperti yang lain adanya. Tapi saya,
tindakan Athier sudah merujuk pada salah satu butir pengamalan Pancasila meski
tidak tersurat secara harfiah di salah satu butirnya. Pun saya menghargainya,
karena apapun pendidikan karakter yang sudah saya dan istri tanamkan hingga
usianya 8 tahun ini, ada juga yang masuk dalam pemahamannya.
Demikian pula
dengan Dian Sastro yang saya yakin dengan segenap keimanan saya, melarang
anaknya Syailendra dan Ishana, untuk membuang sampah di berbagai tempat selain
di tempat sampah. Atau pula Awkarin dengan segenap kegemerlapannya yang saya
yakini pernah pula mengingatkan teman-temannya dengan gayanya yang kekinian,
untuk hanya membuang sampah pada tempat sampah.
“Eh elo jangan
buang sampah di lantai, entar gaul lo kendor loh,” kira-kira begitu ucapnya.
Ah, so simple
itukah pengamalan Pancasila yang menjadi dasar negara selama 72 dan ribuan
tahun ke depan itu? Tentu saja tidak. Di tengah pusaran demoralisasi, isu HAM
serta terorisme yang memborbardir bangsa kita, tentu saja tidak bisa diatasi
hanya dengan mengingatkan saudara, teman, buli, tante, pakdhe dan budhe untuk
tidak membuang sampah di sembarang tempat. Butuh good willing yang lebih besar untuk
memperbaiki moral sekaligus menjaga kedaulatan bangsa ini.
Tapi setidaknya,
satu kebaikan kecil yang kita tanamkan lalu kita sebarkan layaknya putik sari
yang dibuahi menjadi bunga mekar indah, adalah sebuah trigger bagus. Memulai sesuatu
yang besar, dapat dilakukan melalui hal-hal kecil di sekitar kita. Begitu pedoman
saya.
Biarlah pemerintah
yang mengkomando pertahanan kedaulatan bangsa, kedaulatan beragama, mengatasi
korupsi hingga menanggulangi proxy war. Biarkan pemerintah bekerja sesuai
amanah yang diberikan rakyat kepadanya. Kita sebagai warga cukup mengawal
kebijakan pemerintah untuk selanjutnya menyesuaikannya dengan segenap kemampuan
diri yang kita miliki.
Jika mampunya
baru sebatas memberi pemahaman agar membuang sampah pada tempatnya, itulah yang
dapat kita berikan untuk bangsa ini. Jika ternyata kita mampu lebih dari itu,
lakukan dengan keikhlasan demi kejayaan bangsa yang kita cintai.
Namun yang
jelas, tak akan pernah saya mengajak dan memberi pengetahuan tentang hal-hal
yang buruk di dunia ini kepada orang di sekitar saya. Jika kepada orang lain
saja tidak, apalagi kepada anak-anak saya.
Dan sesaat
sebelum meninggalkan ruangan, Menkominfo Rudiantara yang menyempatkan diri
mampir dalam #flashblogging, agar kita tidak terjebak dalam pusaran perbedaan
pendapat yang tidak positif bagi negeri ini. Blogger harus menjadi garda terdepan
untuk mengedukasi di tengah kebingungan masyarakat terkait media yang kini
sudah banyak berpihak di berbagai kepentingan.
lalu bagaimana dengan Zaskia Gotik sang 'Duta Pancasila'? Sudahlah, toh kata Pak Heri itu hanya lelucon tingkat tinggi karena Pancasila saja ia tidak hafal.
Menkominfo Rudiantara dalam #flashblogging |