JUJUR kalimat pertama yang selalu muncul ketika ada yang mengajak untuk mengikuti upacara 17 Agustus secara unik, adalah yess. Gak ada kata lain selain mengiyakan dengan penuh antusias layaknya ditawari semangkok mie ayam. Begitu pula dengan tawaran Hotel Puri Asri Magelang untuk mengikuti upacara bertema air di Kali Progo bersama Progo Rafting. I said yesss, gak tahu klo mas Anang :D.
Dan tak ada kalimat lain pula untuk menggambarkan betapa perasaan serta segenap raga dan jiwa saya menyatu dengan Progo. Gemericik air mengalir menerabas bebatuan, angin semilir menerjang tebing berpadu dengan aba-aba menghormat Sang Saka.
Alun merdu Indonesia Raya, serasa berkumandang mengubah suasana haru pagi itu. Langit yang berwarna, seketika kontras dengan Merah Putih yang berkibar. Penghormatan tertinggipun kami sampaikan...seiring doa agar Indonesia tetap jaya, makin sentosa, sejahtera dan terus membahagiakan warganya.
Aliran sungai dan bebatuan Kali Progo jadi saksi |
Para peserta sudah siap difoto eh siap upacara nih |
Alun merdu Indonesia Raya, serasa berkumandang mengubah suasana haru pagi itu. Langit yang berwarna, seketika kontras dengan Merah Putih yang berkibar. Penghormatan tertinggipun kami sampaikan...seiring doa agar Indonesia tetap jaya, makin sentosa, sejahtera dan terus membahagiakan warganya.
Sebagai catatan, ini adalah tahun kedua berturut-turut saya melakukan upacara 17 Agustus bertema air. Di tahun sebelumnya, Pegiat Wisata Kota Semarang bersama rekan-rekan Genpi menggelar upacara di Grand Maerakaca. Ide untuk menggelar upacara unik di atas perahu, mengalir begitu saja demi melihat potensi di destinasi terbaik ini.
Dan tahun ini, duo Puri Asri dan Progo Rafting menghadirkan keunikan tersebut. Dipadupadan dengan keasrian alam hotel serta keasrian alam sungai ini, jadilah sebuah perpaduan nasionalisme unik yang tidak diperoleh di tempat lain. Kabarnya, sudah tahun kedua penyelenggaraannya.
Perahu-perahu karet berjajar menegaskan kesiapan momentum HUT negeri ini. Angka 73 menjadi sakral bagi semuanya. Sesakralnya semesta mencintai kita dengan segala nikmatnya.
Life jacket tentu tak ketinggalan. Penanda bahwa rasa syukur atas nikmat selama kemerdekaan ini, tidak dapat diabaikan. Helm juga menjadi wardrobe yang wajib dikenakan, safety menjadi sisi lain pemandangan unik di sisi Kali Progo yang mengalirkan hidup dan kehidupan.
Ngambilnya bukan pas Indonesia Raya berkumandang lo gesssh |
Nasionalisme kami seketika bangkit. Bangun dari lubuk terdalamnya. Tergugah untuk memberikan yang terbaik, tak hanya untuk negeri namun juga untuk diri dan semesta ini.
"Setidaknya, hormatlah dengan benderamu sesekali setahun ini. Jangan hanya memotret saja," sergah saya kepada beberapa rekan blogger yang menyertai kunjungan kami ke Puri Asri.
Pun demikian, di atas perahu yang terayun tenang oleh deras buih Progo, saya angkat tangan tangan kanan. Penuh takzim saya sampaikan hormat kepada Sang Saka. Di sisi kiri, puluhan peserta upacara berjajar rapi, tak mau ketinggalan momen ini. Saya sendiri memilih menghormat di atas perahu karena posisi terakhir memotret.
Ini juga diambil pas penghomatan bendera di penghujung upacara |
Para petugas upacara yang masuk ke aliran sungai, bukan sekedar gagah-gagahan. Perlu stamina yang sangat baik untuk berdiri menahan aliran sungai selama upacara berlangsung. Tiga puluh menit bukanlah waktu yang singkat. Air setinggi dada manusia dewasa bisa-bisa menggoyahkan kuda-kuda, membawa siapa siapa saja terpelanting terbawa arus Progo yang terlihat akrab menggoda pagi itu.
Tiang setinggi 5 meter menjadi penanda, di sanalah Sang Saka akan menghias langit biru Kota Magelang. Merah Putih yang perkasa, menjadi simbol merdeka bagi siapa saja, tak hanya kita, alampun ikut memberi kemerdekaan dengan cerahnya yang luar biasa.
Ah...seandainya saya diberi nikmat kembali ke sini tahun depan, tak akan sia-sia semua perjalanan ini. Jalan menuju kemerdekaan, bebas untuk hidup di atas bumi bernama Indonesia, sesuka-suka menghirup segar udara alamnya lalu menuangkannya dalam rangkai kata. Indonesia...kau cinta hidupku, matipun kelak kuingin dalam pelukmu.
Lomba pukul bantal di atas perahu juga seruuuu |
Pose gak jelas di sela lomba makan kerupuk...tjeung tjeung tjing tjing kayaknya |
Kayuh manja para rafter dadakan |
Wkwkkw ada yaa pose tjung tjung tjing tjing
BalasHapus...smoga gak ada pose nyengkal ya kak
HapusLhoooohh uasik tenannnn ya mas momen upacaramu taun iniiii, syahduuuu
BalasHapusSyahdu...nangis neng pojokan ditinggal rafting ðŸ˜ðŸ˜
HapusHormat grak, pokoknya kudu upacara walaupun setahun sekali, hahaha
BalasHapusGood job blogger swasta wakwkawkakw
Hapusaihhh...bener2 keren nih spotnya.bisa tjung tjung tjing tjing bebas nyengkal..
BalasHapusiya...tanpa gambas dan krai sih ya hihihi
HapusUpacara benderanya seru banget, mas. Sejak lulus SMA sekian tahun silam, aku nggak pernah ada kesempatan upacara bendera di HUT RI. Lomba-lombanya kocak juga, ya :D
BalasHapusSiappp...harus diagendakan. banyak kok yg menggelar upacara bendara unik setiap 17 Agustus...di puncak gunung, di air, menyelam dll. Cari info yg sesuai passion aja om
HapusAku roaming tiap kali ada mantra tjung tjung tjing tjing hahaa
BalasHapustapi emang selalu haru ya ketika mendengan suara lagu Indonesia Raya berkumandang, kemaren sampe mbrebes mili sambil hormat. tahun depan kontak-kontak lagi dengan kak Yudha
Makane klo ada kesempatan denger or nyanyi Indonesia Raya di acara apapun, manfaatkan dengan sekhitmad khitmadnya...jarang2 jg sbg blogger swasta gini kita bisa ikut upacara ye kan
HapusApalagi aku, kudet bener apa itu tjung tjung tjing tjing :))
HapusTahun depan mau lagi ah upacara2 di tempat yg antimainstream gini. Asik betul
BalasHapusTahun depan sudah harus beda dong...minimal klo di tempat yg sama, keunikannya perlu ditingkatkan hehe
Hapus