BERBICARA tentang teh, bagi saya
awalnya sekedar minuman yang segar disruput saat panas, atau ditambah es saat
terik. Namun begitu mengunjungi Agro Wisata Tambi, semua berubah. Teh
ternyata memiliki banyak hal berguna baik bagi tubuh, bukan lagi sekedar pemuas
dahagamu.
Jadi, awal pekan lalu, saya
berkesempatan mengunjungi kebun teh milik PT Perkebunan Tambi di lereng
Gunung Sindoro, di Wonosobo sono di ketinggian 1400 Mdpl, dimana kurang sedikit lagi atau hanya terpaut jarak 30 menit dari Dieng. Dalam benak sebelum berangkat, saya nanti
akan kulakan foto-foto keren para pemetik teh, hijau menghampar berlatar gunung,
diakhiri dengan foto selfie dengan gaya sedang pula memetik pucuk teh ahahahai.
Tapi semua berubah drastis layaknya
mencairnya es abadi di kutub selatan. Global warming telah meluluhlantakkan
keinginan ber-swafoto, dan alhasil saya lebih asyik mengabadikan momen para
pemetik teh yang kini telah kekinian (tapi ya bukan berati mereka memetik teh pakai gagdet lo hihi, la emang bikin status story).
Kebun teh Tambi petak 6 berlatar Gunung Sindoro |
Termakan iklan, saya pikir memetik
teh itu hanya dengan memanfaatkan jari jemari. Namun demi luasan lahan PT Tambi
yang mencapai 800 hektar, sekiranya baru pada lebaran tahun depan mungkin
seluruh pucuknya baru akan terpetik sempurna. Itupun tentunya sudah muncul
pucuk baru di beberapa petak lainnya karena siklus tumbuh pucuk hanya butuh 3-4
bulan saja.
Kini, mereka
sudah menggunakan alat sederhana yang sudah dimodifikasi. Dan sangat simpel. Gunting
rumput dipasang bilah aluminium membentuk kotak untuk menampung daun teh yang
terpotong. Jadi, potongan dauh teh sudah langsung tertampung dalam boks, lalu
tinggal menaruhnya dalam keranjang yang terpampang di punggung belakang.
Kekinian...gak lagi pake jari |
Lalu jika
keranjang sudah menggunung, para pemetik akan mengumpulkannya dalam karung
besar yang diberi nama waring. Waring ini gessshh, bisa menampung 20-30 Kg
pucuk teh segar. Kemudian akan ditimbang dan para pemetik akan mendapat haknya
sesuai jumlah pucuk yang dipetiknya.
Bukan persoalan
mudah untuk mendapatkan kualitas teh terbaik. Tidak saja berbicara dari biji
dan kualitas tanamannya, namun juga berkait erat dengan cara memetik, menumpuk,
membawa hingga nanti pengolahan di pabrik.
Di pabrik usai
ditimbang kembali untuk mengecek apakah ada penyusutan, daun teh yang akan
dibuat teh hitam, dilayukan kurang lebih 16 jam. Inilah garis besar pembuatan
teh. Prosesnya cukup ditempatkan dalam wadah-wadah besar yang dibawahnya
ditempatkan blower, dan biasanya dilakukan pada sore hingga malam hari.
Setelahnya dilakukan
penggilingan selama kurang lebih 40 menit untuk menggulung daun memecah
partikel. Baru setelahnya, daun-daun teh tadi dimasukkan ke ruang oksidasi enzimatis
dalam suhu 95 derajad. Dan setelah melalui proses penjenisan selama 6 jam,
jadilah produk-produk teh yang kita kenal. Namun produksi teh di Tambi beda
dengan teh yang dijual di pasaran yang sudah diberi perasa berbagai macam oleh
para produsen.
Sementara untuk
pembuatan teh hijau, prosesnya lebih cepat karena kesegaran daun sangat dijaga.
Artinya, petikan teh pagi itu, juga harus segera diproses hari itu juga,
sementara di teh hitam produksi teh yang dilakukan hari ini adalah hasil
petikan kemarin. Hampir sama, pucuk dilayukan dulu namun cukup beberapa menit
karena prosesnya dibantu dengan pemanas api, lalu digulung juga dilanjutkan
dengan proses pengeringan pertama dan kedua.
Di tahap akhir proses
baik teh hitam maupun teh hijau, ada proses unik yang dilakukan yakni membawa
seluruh teh yang sudah kering melewati sebuah ‘jalur panjang bermagnet’. Gunanya
untuk memastikan produk teh tersebut tidak tercampur dengan materi logam yang
tentunya sangat berbahaya jika sampai masuk ke dalam tubuh. Magnet-magnet yang
ada tadi, akan langsung menyerap semua logam baik yang berbentuk halus seperti
pasir maupun yang besar sehingga dauh teh steril dan siap disajikan.
Eh eh...ada nih
teknik mencicipi teh yang ternyata cukup unik. Gak asal sruput kayak kita
menyeruput teh di warung langganan. Jadi, teh yang masih panas, dicicipi pakai
sendok lalu ditempatkan di bibir bagian bawah. Sedot dengan keras melalui
sela-sela gigi. Sluurrrpppp.
Ya memang sih,
menikmati teh itu harus dengan seni...maklum, ia sebenarnya adalah minuman para
aristokrat di negeri barat. Ya karena di sana tak banyak tanaman teh. Sementara
di negeri kita, teh seolah jadi minuman murah karena bertebaran banyak
perkebunan dan produknya. Di Inggris saja, teh hanya diminum oleh para
bangsawan Buckingham lo, makanya ada acara high tea yang minumnya benar-benar
dinikmati perlahan tidak kesusu disambi obral obrol. Kalau di sini, minum teh
bisa disambi njahit atau petan (mencari tumo atau kutu rambut) hahaha.
FYI, teh Tambi Merah ini harganya selangit gessh. Per kilonya mencapai Rp600 ribu, jadi bisa dibayangkan harga teh per gelasnya kalau diecer. Yang pasti, produksinya belum banyak dan sudah diminati pasar luar negeri seperti Rusia dan Eropa
*
Di sisi lain, PT
Perkebunan Tambi juga melihat acara memetik teh setiap pagi ini, jadi peluang
untuk member edukasi kepada warga. Ya sekaligus mendidik agar kita lebih
menghargai teh yang semula dibawa bangsa Belanda dalam bentuk biji dan ditanam
di ketinggian.
Makanya di Tambi
juga ada layanan agro wisatanya. Pengunjung nantinya akan diajak menyusur
jalur-jalur teh di petak perkebunan, sekaligus diberi edukasi dari cara metik hingga
proses penjenisannya. Foto-foto di depan pucuk teh yang hijau ranum segar
berlatar Gunung Sindoro, jadi pemandangan yang apik untuk diupload dan
dikabarkan ke belahan dunia.
Siluet para pemetik teh Tambi |
Sementara di
Agro Wisata Tanjungsari yang juga merupakan salah satu divisi PTP Tambi,
pengunjung lebih banyak diajak belajar dan berwisata sekaligus rileksasi. Jadi
dapat tiga manfaat sekaligus nih gesssh...belajar tentang teh, berwisata agar
otak rileks dengan melihat yang hijau-hijau tapi juga dapat belajar mengenai
banyak pengetahuan.
Lah kok bisa? Bisa
dong, pasalnya agro wisata ini menyediakan satu spot labirin yang dilengkapi
dengan berbagai pengetahuan dasar sejak tingkat SD hingga SMP yang yakin deh
pastinya kalian sudah pada lupa...saya juga haha.
Spot selfie,
kolam renang, kebun teh dan rumah pohon bisa dinikmati di sini. Mau minum teh
hasil petikan langsung dari Tambi? Bisa. Tapi ya jangan lupa mbayar lo ya hehe. Eh satu lagi, Tambi juga bisa jadi spot menarik untuk hunting Milky Way, meski sayang saya gagal mendapatkannya karena bulan purnama yang menjadikan spot terlalu terang dan si Dalan Susu jadi malu-malu.
Sudah ah...aku
mau nyruput teh dulu terus mau melakukan manfaat nomer 11 wakwakwkawkkw
Iya, sekarang metiknya gak pake kuku seperti berabad abad lalu.
BalasHapuskasihan kuku dan jarinya rojah rajeh.
di promasan, gunung ungaran pun sama, tapi mereka pakai sabit... drama antara mandor dan pemetik pun seru kalau kalau diulas...
Boleh kas kapan kapan diagendakan untuk terlibat drama drama mandor dan pemetik tuh...
Hapussedap nih pagi pagi nelayan di kebun teh
BalasHapusKamu lagi mikir apa hoo Mas...kok iso dadi nelayan ki piye jal
HapusDuh...nelayan memang sekarang sukanya menjala ikan wawkakwkawka
Hapusloh kok dadi nelayan,, hahahaha typo yang kebablasan
BalasHapusAkhirnya aku bar ngeh soal manfaat menyelupkan jari tangan ke teh itu, ternyata berhubungan sama nomer 11 yaah...huhuhu
BalasHapusKok jari? Anda salah tangkap kali ya hahaha...coba jadi man dulu, nanti saya beritahu hihihi. Kaburrrrrrrrrr
HapusNomor 11 udah dibuktikan kayaknya, wkwkwk
BalasHapusTapi asik dan seru banget bisa liat para pemetik teh dan proses produksinya hingga jadi teh yang siap disajikan.
Yap...lebih seru lagi bisa nyobain kamera baru di sana loh...juosssss
HapusKapan dong kesana lagi pas weekend, ikutan! Seru banget metik-metik teh hihi
BalasHapusEhmm nanti deh klo rembulan sudah tak purnama lagi daripada gagal dapetin Dalan Susu
HapusFoto2 asyiiik dan ceritanya seruuu.. tapi kok ndadak ditambahi teka-teki no 11 lho..bikin penasaran..haha..
BalasHapusMan only mbak...only man wakwakwakwka
Hapuswhahahaha, kapan2 dibaleni neh mas, golek pas bulane asyik
BalasHapusSiap suhu...aku bocahmu
Hapus